Review Moana 2: Petualangan Baru yang Seru dan Penuh Makna

Gambar ini adalah salah satu scene dalam film Moana 2

Moana, karakter animasi yang telah mencuri hati banyak orang di film pertamanya, kembali dengan petualangan baru dalam Moana 2. Sekuel ini melanjutkan perjalanan Moana sebagai pemimpin dan pelindung desanya. Dengan cerita yang lebih seru, visual yang indah, dan pesan moral yang mendalam, Moana 2 menjadi salah satu film animasi yang paling dinantikan tahun ini.


Kisah Baru yang Menarik

Petualangan Moana Melanjutkan Tugasnya

Dalam Moana 2, cerita dimulai dengan Moana yang sudah menjadi pemimpin desanya. Namun, tantangan besar muncul ketika legenda kuno yang telah lama dilupakan mulai mengancam keselamatan desanya. Untuk menyelamatkan kaumnya, Moana harus kembali menjelajahi samudra luas dan memecahkan misteri dari masa lalu.

Perjalanan ini membawa Moana ke wilayah baru yang penuh tantangan. Bersama dengan Maui, dewa setengah manusia yang kembali membantu dengan kekuatannya, Moana harus menemukan cara untuk mengembalikan keseimbangan alam. Sepanjang perjalanan, ia belajar tentang keberanian, cinta, dan arti sebenarnya dari pengorbanan.

Cerita yang Lebih Dewasa

Moana 2 menawarkan cerita yang lebih dewasa dibandingkan film pertamanya. Konflik yang dihadirkan bukan hanya tentang petualangan, tetapi juga tentang tanggung jawab dan hubungan dengan keluarga. Moana tidak hanya menghadapi ancaman dari luar tetapi juga harus mengatasi keraguan dalam dirinya sendiri.


Karakter yang Menghidupkan Cerita

Gambar ini adalah salah satu scene dalam film Moana 2

Moana dan Perannya Sebagai Pemimpin

Moana tetap menjadi karakter yang kuat dan penuh semangat. Dalam film ini, ia harus menunjukkan kepemimpinan yang lebih matang sambil tetap mempertahankan rasa ingin tahu dan keberaniannya. Perkembangan karakternya terasa alami dan menginspirasi.

Maui dan Humornya

Maui, yang dikenal dengan kekonyolannya, kembali membawa humor ke dalam cerita. Ia tidak hanya membantu Moana dalam petualangannya, tetapi juga menjadi teman yang memberikan semangat saat Moana merasa ragu. Karakter ini tetap menjadi favorit banyak penonton.

Karakter Baru yang Segar

Moana 2 memperkenalkan beberapa karakter baru, seperti Nalu, seorang navigator muda yang pandai membaca bintang, dan Kala, kura-kura raksasa yang bijak. Kedua karakter ini menambahkan elemen segar dalam cerita dan membantu Moana mengatasi rintangan yang sulit.


Visual dan Musik yang Mempesona

Animasi yang Memukau

Disney kembali menunjukkan keahliannya dalam menciptakan visual yang luar biasa. Lautan yang biru, pulau-pulau eksotis, dan makhluk mitologi dibuat dengan detail yang memukau. Setiap adegan terasa hidup dan membawa penonton lebih dekat ke dunia Moana.

Soundtrack yang Berkesan

Lagu-lagu dalam Moana 2 menjadi salah satu daya tarik utama film ini. Lagu seperti “Voice of the Ocean” dan “Brave as the Tide” tidak hanya indah tetapi juga menguatkan cerita. Musik ini mampu menyentuh hati penonton dan meninggalkan kesan yang mendalam.


Pesan Penting dari Moana 2

Pelajaran tentang Keberanian

Film ini mengajarkan bahwa keberanian bukan berarti tidak takut, tetapi tetap maju meskipun ada ketakutan. Moana menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi tantangan dengan kepala tegak.

Pentingnya Menjaga Alam

Sama seperti film pertama, Moana 2 juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Pesan ini disampaikan dengan cara yang sederhana namun sangat relevan dengan isu-isu lingkungan saat ini.


Kesimpulan

Moana 2 adalah film yang menghibur sekaligus menyentuh hati. Dengan cerita yang menarik, karakter yang kuat, visual memukau, dan musik yang indah, film ini memberikan pengalaman menonton yang luar biasa. Petualangan Moana kali ini bukan hanya tentang melawan rintangan tetapi juga tentang menemukan jati diri dan menjaga hubungan dengan alam.

Bagi penggemar film animasi, Moana 2 adalah tontonan yang wajib dilihat. Film ini bukan hanya cocok untuk anak-anak, tetapi juga untuk semua orang yang mencari cerita penuh makna dan inspirasi.

Baca Juga : Review Film Deadpool & Wolverine: Kolaborasi Superhero yang Penuh Aksi dan Humor

Review Film Deadpool & Wolverine: Kolaborasi Superhero yang Penuh Aksi dan Humor

Film Deadpool & Wolverine adalah salah satu kolaborasi yang paling dinanti oleh para penggemar Marvel. Menggabungkan dua karakter ikonik—Deadpool yang dikenal dengan sifat jenakanya yang nyeleneh dan Wolverine dengan kekuatan brutal serta karakter yang serius—film ini menghadirkan perpaduan aksi, humor, dan cerita yang menarik. Dengan gaya penceritaan yang unik, film ini berupaya memberikan pengalaman sinematik yang segar dan mendalam. Dalam ulasan ini, kita akan membahas berbagai aspek dari film ini, mulai dari cerita, akting, hingga kekuatan visualnya.

1. Sinopsis Singkat

Film Deadpool & Wolverine mengisahkan petualangan dua karakter yang terpaksa bekerja sama untuk menghadapi ancaman besar yang mengancam dunia. Deadpool (diperankan oleh Ryan Reynolds) yang dikenal dengan selera humornya yang sarkastik dan Wolverine (diperankan oleh Hugh Jackman) yang keras kepala dan serius, memiliki tujuan yang sama tetapi dengan pendekatan yang sangat berbeda. Konflik antara kedua karakter ini menciptakan momen yang penuh ketegangan, aksi, dan humor yang khas.

Cerita dimulai ketika musuh lama dari masa lalu Wolverine kembali muncul dengan rencana jahat yang mengancam stabilitas dunia. Sementara itu, Deadpool, yang awalnya hanya ingin mencari kesenangan, terseret dalam situasi yang membuatnya harus bekerja sama dengan Wolverine. Bersama-sama, mereka menghadapi berbagai tantangan, musuh, dan pertempuran epik.

2. Penampilan Aktor dan Chemistry Karakter

Ryan Reynolds dan Hugh Jackman kembali memukau dengan penampilan mereka sebagai Deadpool dan Wolverine. Chemistry antara keduanya menjadi salah satu daya tarik utama film ini. Ryan Reynolds, dengan gaya khasnya yang santai dan cenderung “memecahkan dinding keempat,” membawa humor yang segar dan tidak terduga. Sementara itu, Hugh Jackman menampilkan Wolverine dengan kekuatan emosional yang mendalam, menunjukkan sisi manusiawi dan kekerasan karakter ikonik ini.

Interaksi antara Deadpool yang ceria dan Wolverine yang serius menciptakan dinamika yang menarik, penuh dengan humor cerdas, sindiran, dan perdebatan yang menghibur. Dialog-dialog yang dihadirkan membuat penonton tertawa, tetapi pada saat yang sama juga memperlihatkan kedalaman emosional yang jarang ditemukan dalam film superhero.

3. Cerita dan Pengembangan Plot

Film ini memiliki cerita yang kompleks namun dapat diikuti dengan baik. Plotnya tidak hanya berfokus pada pertempuran epik dan aksi berkecepatan tinggi, tetapi juga menggali latar belakang kedua karakter. Elemen cerita yang melibatkan masa lalu Wolverine memberikan dimensi emosional yang kuat, sementara Deadpool terus menghidupkan suasana dengan humornya.

Meskipun ada beberapa bagian yang terasa lambat, cerita secara keseluruhan dikemas dengan baik. Sutradara berhasil menyeimbangkan elemen humor, aksi, dan drama tanpa membuat salah satu terasa terlalu dominan.

4. Aksi dan Efek Visual

Sebagai film superhero, Deadpool & Wolverine tidak mengecewakan dalam hal aksi dan efek visual. Adegan pertempuran dirancang dengan koreografi yang memukau dan efek CGI yang mulus. Setiap adegan aksi disajikan dengan penuh energi, dari pertarungan tangan kosong hingga pertempuran skala besar dengan senjata dan kekuatan super.

Efek visual yang digunakan untuk menggambarkan regenerasi tubuh Deadpool dan cakar adamantium Wolverine terasa realistis dan mengesankan. Film ini juga menggunakan humor visual yang khas dari Deadpool, seperti ledakan yang diiringi dengan komentar nyeleneh, yang menambah keseruan.

5. Humor yang Khas dan Referensi Pop Culture

Deadpool dikenal karena humornya yang cerdas, sarkastik, dan sering kali melibatkan referensi pop culture. Film ini tidak kekurangan momen lucu di mana Deadpool melontarkan lelucon atau menyindir karakter lain, termasuk Wolverine sendiri. Referensi terhadap film-film Marvel lainnya, sindiran terhadap studio film, dan dialog yang memecahkan “dinding keempat” adalah hal yang sering dihadirkan Deadpool.

Sementara itu, Wolverine menjadi karakter “penyeimbang” dengan sikap serius dan tangguhnya. Perbedaan gaya humor dan kepribadian ini menciptakan banyak momen yang mengundang tawa, tetapi juga memberikan ruang untuk perkembangan karakter.

6. Kelebihan dan Kekurangan

  • Kelebihan: Chemistry antara Ryan Reynolds dan Hugh Jackman, aksi yang memukau, humor khas Deadpool, dan cerita yang kompleks namun menyentuh.
  • Kekurangan: Beberapa bagian cerita terasa agak lambat, terutama pada pengenalan karakter baru.

Kesimpulan

gambar ini menunjukkan review film deadpool & wolverine, yang menunjukkan beberapa aksi.

Deadpool & Wolverine adalah film yang memberikan kombinasi sempurna antara aksi, humor, dan cerita mendalam. Dengan penampilan luar biasa dari Ryan Reynolds dan Hugh Jackman, film ini berhasil menciptakan momen-momen yang menghibur dan emosional. Kolaborasi unik ini menunjukkan bahwa film superhero dapat menghadirkan cerita yang tidak hanya penuh dengan pertempuran, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan dan humor.

Baca Juga : Review Film KKN di Desa Penari: Cerita Mistis yang Menghantui Penonton

Review Film KKN di Desa Penari: Cerita Mistis yang Menghantui Penonton

Film KKN di Desa Penari adalah salah satu film horor Indonesia yang paling fenomenal dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan cerita viral di media sosial yang dibagikan oleh SimpleMan, film ini menceritakan pengalaman sekelompok mahasiswa yang melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa misterius. Kisah ini mengundang rasa penasaran masyarakat karena unsur mistis yang kental, latar budaya yang kuat, dan elemen horor yang mendalam. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang keunggulan, kelemahan, dan daya tarik utama dari film KKN di Desa Penari.

1. Sinopsis Singkat

KKN di Desa Penari mengisahkan perjalanan enam mahasiswa yang menjalani KKN di sebuah desa terpencil. Mereka adalah Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu, dan Anton. Setibanya di desa tersebut, mereka segera merasakan keanehan yang menciptakan suasana mencekam. Tokoh kunci, Nur (diperankan oleh Tissa Biani), merasa ada sesuatu yang tidak beres dan mencoba menjaga rekan-rekannya dari bahaya yang tidak kasatmata. Kejadian demi kejadian aneh mulai terjadi, hingga akhirnya mereka menyadari bahwa mereka telah melanggar pantangan adat setempat, yang membawa kutukan kepada mereka semua.

2. Penampilan Aktor dan Karakterisasi

Salah satu keunggulan dari film ini adalah penampilan akting para pemeran utamanya. Tissa Biani sebagai Nur menunjukkan akting yang sangat memukau dan mampu menghidupkan karakter seorang gadis yang religius, kuat, namun penuh ketakutan. Akting dari Adinda Thomas yang berperan sebagai Widya juga layak diapresiasi, karena berhasil membangun chemistry yang kuat dengan karakter lainnya.

Calvin Jeremy, yang memerankan Anton, serta Aghniny Haque sebagai Ayu, memberikan keseimbangan dengan menampilkan karakter yang cenderung berani tetapi tidak lepas dari kegugupan saat menghadapi kejadian mistis. Akting dari semua pemeran cukup solid, meskipun ada beberapa dialog yang terasa agak klise di beberapa momen.

3. Atmosfer dan Sinematografi

Salah satu kekuatan utama KKN di Desa Penari adalah penciptaan atmosfer yang mencekam sejak awal. Film ini memanfaatkan keindahan alam pedesaan, suasana sunyi, serta elemen tradisional untuk membangun rasa takut yang mendalam. Sinematografer film ini berhasil menangkap nuansa mistis dengan ciamik, menggunakan pencahayaan gelap, sudut pengambilan gambar yang dramatis, dan musik latar yang menegangkan.

Setting lokasi yang dihadirkan terasa sangat autentik, memberikan kesan seolah-olah penonton benar-benar berada di tengah-tengah desa terpencil tersebut. Penggunaan elemen-elemen budaya lokal, seperti tari tradisional dan pantangan adat, memberikan kekayaan budaya dan memperkuat narasi cerita.

4. Cerita dan Pengembangan Plot

Cerita KKN di Desa Penari membawa elemen horor yang menarik, dengan campuran antara kejadian nyata dan mitos lokal. Meskipun cerita ini sudah dikenal banyak orang, adaptasi ke layar lebar tetap berhasil menghadirkan ketegangan. Namun, ada beberapa momen yang terasa lambat, terutama pada bagian awal ketika memperkenalkan karakter dan situasi.

Pengembangan karakter terkadang terasa agak terburu-buru, terutama dalam membangun hubungan di antara mahasiswa KKN. Akan tetapi, intensitas ketegangan meningkat drastis saat kejadian-kejadian mistis mulai menimpa mereka satu per satu.

5. Unsur Mistis dan Pesan Moral

Unsur mistis yang ditampilkan dalam film ini tidak hanya bertujuan untuk menakut-nakuti, tetapi juga membawa pesan moral tentang pentingnya menghormati adat istiadat setempat. Kisah ini mengingatkan penonton untuk tidak mengabaikan aturan dan kepercayaan yang ada di masyarakat, terutama saat berada di wilayah yang penuh dengan tradisi lokal. Hal ini menjadi pesan yang kuat dalam film dan berhasil disampaikan dengan baik tanpa terkesan menggurui.

6. Kelebihan dan Kekurangan

  • Kelebihan: Atmosfer horor yang kuat, akting para pemeran yang solid, dan penggambaran budaya lokal yang autentik.
  • Kekurangan: Beberapa bagian cerita terasa lambat dan pengembangan karakter kurang mendalam.

Kesimpulan

gambar ini adalah review film kkn di desa penari yang menampilkan para pemain dari film tersebut.

KKN di Desa Penari adalah film horor yang berhasil menghidupkan cerita mistis yang sudah dikenal luas di masyarakat. Dengan atmosfer yang mencekam, akting para pemeran yang baik, dan sentuhan budaya yang kuat, film ini layak mendapatkan apresiasi. Meskipun ada beberapa kekurangan dalam plot dan pengembangan karakter, keseluruhan film memberikan pengalaman horor yang intens dan tak terlupakan bagi para penontonnya. Jika Anda penggemar film horor dengan unsur budaya lokal, KKN di Desa Penari adalah tontonan yang patut Anda saksikan.

Baca Juga : 8 Film Dokumenter Populer

Daftar Film Terbaik 2023

Dalam hal film, mengapa menunggu daftar film terbaik akhir tahun? Sudah ada sejumlah film yang mendapatkan lebih dari tiga bintang dari kritikus The Washington Post. Selain film terbaik, kami juga ingin merekomendasikan dimana anda dapat merasakan pengalaman yang lebih baik seperti menonton film.

Sepanjang tahun, kami akan memperbarui daftar ini dengan film-film yang kami sukai dan tempat menontonnya. Berikut beberapa daftar film terbaik dari pilihan kami,

Past Lives

Hubungan kembali antara mantan kekasih masa kecil Nora dan Hae Sung (Greta Lee dan Teo Yoo) memperumit hubungan baru Nora dengan pria baru (John Magaro) dalam kisah cinta segitiga berlapis dan liris ini. Ann Hornaday menyebut debut penulis-sutradara Celine Song – yang mendasarkan film tersebut pada pengalaman hidupnya sendiri – “karya pembuat film yang sangat percaya diri dengan janji artistik yang menggembirakan”. (PG, 140 menit.)

Spider-Man: Across the Spider-Verse

Sekuel baru dari film aksi animasi pemenang Oscar 2018 – yang menyatukan kembali webslinger remaja Miles Morales (suara Shameik Moore) dengan Gwen Stacy, alias Spider-Gwen (Hailee Steinfeld) – adalah banyak film, tulis Ann Hornaday.

Pada saat itu mencapai klimaksnya yang hiruk pikuk dan tidak masuk akal, berakhir dengan janji menggiurkan dari angsuran berikutnya, hampir tidak masalah jika Anda tidak tahu apa yang terjadi atau mengapa. Anda akan ingin tinggal di dunia ini selamanya. (PG, 140 menit.)

After Love

Veteran televisi Inggris Joanna Scanlan memberikan penampilan pemenang BAFTA sebagai seorang wanita yang menemukan bahwa suaminya yang baru saja meninggal memiliki istri dan keluarga kedua.

Thomas Floyd dari The Post mengatakan tidak ada misteri tentang apa yang membuat melodrama terukur ini begitu menghancurkan: “Penampilan baja Joanna Scanlan sebagai seorang janda yang menarik benang dari kehidupan ganda mendiang suaminya yang terjalin dengan hati-hati.

Air

Ben Affleck mengarahkan kisah tentang bagaimana Nike menegosiasikan kesepakatan dukungan sepatu kets dengan pemain bola basket muda bernama Michael Jordan.

Semua orang tahu bagaimana ini berakhir, tulis Ann Hornaday, tetapi Affleck, yang bekerja dari skenario yang solid oleh penulis skenario pertama kali Alex Convery, “telah menciptakan sesuatu yang tampaknya tidak mampu dibuat oleh Hollywood dalam beberapa tahun terakhir: film yang cerdas dan menghibur yang, untuk semua kesimpulan sebelumnya dan ketukan yang akrab, terungkap dengan keyakinan begitu saja dari layup yang paling mengesankan.

Baby Ruby

Noémie Merlant dan Kit Harington berperan sebagai orang tua baru dalam debut penulis drama Bess Wohl yang meyakinkan sebagai sutradara – sebagian drama ambivalensi keibuan, sebagian horor gothic.

Ann Hornaday mengatakan: “Seperti film klasik seperti ‘Rosemary’s Baby’, serta seri yang lebih baru seperti ‘Fleishman Is in Trouble’, ‘Baby Ruby’ berubah dari kritik sosial tentang bagaimana masyarakat Amerika mengecewakan wanita di seluruh spektrum reproduksi. potret bernuansa — dan seringkali tidak nyaman — tentang seorang ibu baru yang menghadapi kecemasan mendalam, keterasingan, keraguan diri, dan amarah yang nyaris tak terkendali.

BlackBerry

Jay Baruchel dan Matt Johnson berperan sebagai Mike Lazaridis dan Doug Fregin, sahabat yang menemukan smartphone BlackBerry dalam film biografi perusahaan yang lucu dan berwawasan ini.

Ann Hornaday mengatakan bahwa film tersebut, yang disutradarai oleh Johnson, “menceritakan kisah yang tidak mungkin tentang bagaimana tim ahli komputer Kanada menemukan perangkat tituler — kombinasi ‘pager, ponsel, dan mesin email’ yang akan merevolusi komunikasi modern hingga dikenal sebagai barang yang Anda miliki sebelum Anda memiliki iPhone.

Creed III

Aktor Michael B. Jordan membuat debut penyutradaraan yang kuat, mengulangi perannya sebagai petinju Adonis “Donny” Creed dalam seri ketiga dari seri spin-off “Rocky”.

Ann Hornaday mengatakan bahwa Jonathan Majors, yang berperan sebagai musuh pugilistik Donny “dengan kombinasi yang menarik antara ancaman dan kepekaan,” lebih dari sekadar penjahat, memiliki “kemampuan tunggal untuk merekrut penonton ke sisinya hampir pada pandangan pertama, [mengganggu] bacaan yang mudah itu untuk menciptakan karakter yang berhasil bersimpati bahkan pada saat terburuknya.

BACA JUGA : 8 FILM DOKUMENTER POPULER

Emily

Emma Mackey memerankan tokoh utama, penulis Emily Brontë, dalam biografi revisionis provokatif Frances O’Connor yang berubah menjadi pembuat film.

Ann Hornaday berkata: “O’Connor mengambil sedikit yang kita ketahui tentang kehidupan Emily sebagai putri seorang pendeta Yorkshire dan saudara perempuan yang tidak menonjolkan diri dari tiga saudara kandung yang ekspresif secara artistik, dan menyempurnakannya dengan bantuan spekulasi dan fiksi langsung yang murah hati, menggunakan karya Brontë. satu-satunya novel, ‘Wuthering Heights,’ sebagai lensa keliaran dan kerinduan batinnya sendiri.

The Five Devils

Adèle Exarchopoulos (“Biru Adalah Warna Terhangat”) sama memerintahnya seperti biasa dalam melodrama Prancis supernatural tentang masa lalu yang kembali menghantui sekelompok orang.

Tapi Michael O’Sullivan mengatakan bahwa situs judi online terbaik yaitu wm casino . Pemirsa akan paling mengingat penampilan “pendatang baru yang sangat percaya diri” Sally Dramé, memerankan seorang gadis muda yang aneh dengan indera penciuman tinggi yang tidak hanya memungkinkannya meniru aroma apa pun, tetapi juga untuk menggunakan aroma orang untuk membuka “semacam lubang cacing kosmik dalam kontinum ruang-waktu di mana gadis kecil itu dapat mengamati, secara langsung, peristiwa-peristiwa dari tahun lalu.

8 Film Dokumenter Populer

Film dokumenter ialah macam film nonfiksional yang mendokumentasikan potongan kejadian riil. Sekiranya dahulu dijadikan untuk edukasi atau perintah, dikala ini film dokumenter telah digarap seapik feature film.

Genre film dokumenter sekarang makin pelbagai. Narasi yang dibawakan bahkan tidak jarang memancing emosional penonton.

Berikut ini sederet film2022 buat para pecinta tontonan dokumenter. Mulai dari yang bergenre kezaliman, drama, hingga biografi.

1. The Tinder Swindler

The Tinder Swindler menyebutkan seorang perempuan bernama Cecilie yang bersua dengan miliarder ganteng di Tinder. Dia tak menyangka kisah cintanya yang seindah itu berubah menjadi mimpi buruk. Pria idamannya rupanya ialah seorang mulut besar ulung yang menyasar wanita-wanita pergaya hidup mentereng di Tinder.

Film karya produser The Imposter dan Don’t F**K with Cats ini menyoroti modus pembohongan Simon Leviev, buronan asal Israel untuk memeras puluhan ribu dolar dari pacar-pacarnya. Ceritanya dibicarakn oleh tiga orang yang menjadi korbannya. Kisah pembohongan Simon Leviev demikian itu mencengangkan sekalian menguras emosional. Tidak heran sekiranya film ini segera menjadi bahan diskusi demikian itu rilis di Netflix.

2. Trust No One

Film Netflix 2022 bergenre dokumenter lain yang cocok ditonton ialah Trust No One: The Hunt for the Crypto King. Film ini tentang fraud QuadrigaCX dan kematian mencurigakan pendirinya, Gerry Cotten.

QuadrigaCX ialah platform perdagangan kripto dari Kanada. Pada 2019, perusahaan ini menghentikan operasi dan mengungkapkan gulung tikar dengan sempurna aset C$28 dan keharusan menempuh C$215,7 juta.

Setahun sebelumnya, pendiri dan CEO QuadrigaCX, Gerry Cotten meninggal dunia dikala sedang berwisata di India. Kripto sejumlah C$250 juta yang dimiliki 115.000 pemodal raib dan tidak dapat diakses, sebab Cotten ialah satu-satunya pemilik kata sandi offline cold wallets QuadrigaCX. Film ini bercerita seputar ivestigasi independen yang dikerjakan oleh para pemodal sekligus korban QuadrigaCX.

3. The Mystery of Marilyn Monroe

Film Netflix 2022, The Mystery of Marilyn Monroe: The Unheard Tapes ialah dokumenter berisi potongan-potongan wawancar dengan Monroe dan orang-orang di sekitarnya. Rekaman-rekaman yang diterapkan berasal dari 650 bukti wawancara yang dikerjakan oleh Anthony Summers. Summers sendiri ialah penulis buku Goddess: the Secret Lives of Marilyn Monroe.

Film ini membahas kehidupan Marilyn Monroe semenjak permulaan karier sampai kematiannya. Kekerabatan gelapnya dengan Kennedy bersaudara juga disoroti kembali.

Film ini termasuk dokumenter Netflix yang paling berhasil. Sepanjang April dan Mei saja telah ditonton sebanyak 22,95 juta jam di segala dunia.

4. Our Father

Film dokumenter Netflix 2022 berikutnya ialah Our Father. Film ini disebut mencengangkan, menakutkan, dan lebih ganjil ketimbang fiksi oleh Collider.

Our Father merinci kriminalitas Donald Cline, eks ginekolog dari Indianapolis, Indiana yang mendonorkan spermanya terhadap puluhan perempuan tanpa persetujuan mereka. Cline mewujudkan dirinya sebagai donor air mani untuk para pasien yang menjalani pengobatan persoalan kesuburan kepadanya.

Melanggar Cline berlangsung selama 13 tahun dan baru terungkap sesudah Jacoba Ballard, salah satu si kecil biologisnya menemukan fakta seputar kecurangan sang dokter. Hingga Mei 2022, Cline dikenal sebagai ayah kandung dari 94 si kecil.

Hingga kasus Cline mencuat, aturan di Amerika Serikat masih belum mengakui fertility fraud. Sesudah itu, barulah pemerintah Indiana memastikan fertility fraud sebagai tindak kezaliman jenjang 6.

5. Girl in the Picture

Cerita film dokumenter Netflix 2022, Film ini termasuk salah satu yang paling mencengangkan. Kisah riil terus menyuguhkan kejutan demi kejutan bagi penontonnya sampai menit terakhir.

Suzanne Sevakis ialah gadis malang yang diculik oleh ayah tirinya, Franklin Delano Floyd dikala masih kecil. Dia dibesarkan dalam tekanan dan kekerasan seksual oleh Floyd. Sesudah beranjak dewasa, Floyd justru menjadikannya istri.

Kehidupan Sevakis terlanjur semrawut. Obsesi Floyd kepadanya tidak kunjung usai, pun sesudah Sevakis ditemukan tewas dua dekade sesudah penculikannya.

6. The Rise & Fall of Abercrombie & Fitch

Kemudian, ada film dokumenter yang berjudul The Rise & Fall of Abercrombie & Fitch. Karya dokumenter ini menyebutkan kesuksesan brand fashion, Abercrombie & Fitch dan skandal yang menyeretnya pada kejatuhan.

Film diawali dengan kisah kebangkitan Abercrombie & Fitch yang sempat gulung tikar di tahun 1976. Perusahaan ini berdiri di tahun 1892 dan memasarkan baju khusus kesibukan outdoor. Sesudah berganti wajah menjadi apparel brand untuk remaja, perusahaan ini sukses menjadi salah satu brand fashion ritel terbesar di Amerika Serikat.

Berikutnya, film ini membahas kontroversi tentang praktik bisnis Abercrombie & Fitch pada 1990-an hingga permulaan 2000-an. Sejumlah eks karyawan dan brand representative menjelaskan rasisme dan diskriminasi yang dipelihara perusahaan hal yang demikian sampai ke outlet terkecilnya. Film juga menyoroti Mike Jeffries, CEO Abercrombie & Fitch yang dituding sebagai otak di balik adat istiadat toxic perusahaan hal yang demikian. Walhasil, Abercrombie & Fitch mengalami pukulan besar-besaran sesudah dituntut oleh sejumlah eks karyawan.

7. Downfall: The Case Against Boeing

Downfall: The Case Against Boeing ialah film dokumenter Netflix 2022 yang mengangkat momen jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX di Jakarta (Lion Pigura Penerbangan 610) dan Addis Ababa (Ethiopian Airlines Penerbangan 302). Film ini membahas keadaan di kokpit sebelum dua kecelakaan yang waktunya berdekatan itu terjadi.

Film menjabarkan kekeliruan teknis sampai kapitalisasi Boeing yang dituding sebagai biang keladi kelalaian perusahaan dalam menangani kerusakan bagian dalam pesawat 737 MAX.

Sederet narasumber spesialis dihadirkan melalui wawancara. Mulai dari penerbang, eks teknisi Boeing, jurnalis investigasi, keluarga korban, sampai istri penerbang Lion Pigura.

8. Three Songs for Benazir

Jangan tinggalkan juga Three Songs for Benazir, film yang dinominasikan untuk menjadi pemenang Oscar 2021. Film hal yang demikian telah menggondol sederet penghargaan di Cinema Eye Honors, Full Tapi Documentary Film Festival, Clermont-Ferrand International Short Film Festival, dan Yamagata International Documentary Film Festival.

Three Songs for Benazir mengangkat kisah Shaista, seorang pemuda yang tinggal di kamp eksodus warga terlantar di Kabul, Afghanistan dan juga merupakan pria yang menyukai permainan casino yang ada di sbobetcasino selaku salah satu situs judi online terpercaya. Shaista berfantasi menjadi orang pertama dari sukunya yang gabung dengan tentara Afghanistan. demikian itu, keluarga mendesaknya untuk mempunyai keluarga

Shaista mencintai istrinya, Benazir keputusan untuk meninggalkan mimpi terbesarnya demi melakukan keharusan utamanya sebagai pria juga bukan opsi gampang bagi Shaista.

BACA JUGA : REVIEW FILM ORPHAN : FIRST KILL 2022

Review Film Orphan: First Kill 2022

Orphan First Kill

Kita hidup di era di mana hampir semua film sukses dapat memiliki remake, sekuel, dan reboot, tetapi hanya sedikit yang menduga bahwa ‘Orphan’ 2009 akan menerima kehormatan seperti itu. “Orphan” tidak hanya terasa seperti film yang meninggalkan zeitgeist budaya pop beberapa tahun lalu, tapi juga semacam cerita yang berdiri sendiri. Sebuah thriller yang diremehkan (meskipun Roger memahaminya) adalah tentang pasangan (Vera Farmiga & Peter Sarsgaard) yang mengadopsi seorang gadis Rusia bernama Esther (Isabelle Fuhrman). Esther (Isabelle Fuhrman) ternyata adalah orang dewasa sosiopat, bukan anak sungguhan. Ada beberapa ketegangan besar yang dibangun oleh Jaume Collet-Serra dan dedikasi para pemain, tetapi bahkan para penggemar tidak meminta tindak lanjut. Sebagian besar “Orphan: First Kill” minggu ini menjelaskan alasannya. Faktanya, itu benar-benar sekali pakai kecuali pahlawan wanita yang sangat ambisius dan salah satu rekan aktornya adalah vampir yang keren. Tidak mungkin ini akan membuat Esther menjadi ikon horor seperti Chucky, Jason atau Freddy. Keberadaannya tampak mustahil beberapa tahun yang lalu, tapi siapa yang tahu?

Orphan First Kill 2022

Penggemar film pertama akan ingat bahwa Esther melarikan diri dari rumah sakit jiwa Estonia sebelum menemukan keluarga baru, dan “First Kill” pada dasarnya mendokumentasikan beberapa masalah yang dia alami di sepanjang jalan. Dengan misteri di balik latar belakang pembunuhan Esther di kaca spion, “First Kill” memusatkannya sebagai penjahat pedang yang lebih tradisional di adegan awal dan bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan kebebasannya. Setelah melarikan diri, dia berencana untuk menemukan keamanan di keluarga Amerika yang kaya dan memilih untuk berpura-pura menjadi anak Albright yang hilang. Ibu Trisha (Julia Stiles), ayah Alan (Rosif Sutherland), dan saudara laki-laki Gunnar (Matthew Finlan) terkejut melihat seorang gadis kecil kembali ke perkebunan Albright sementara beberapa bagian cerita tampaknya tidak cocok satu sama lain. . Sebuah konfrontasi tak terhindarkan ketika ternyata Albrights memiliki rahasia yang bersaing dengan Esther, tetapi membuat prekuel ini mengurangi sedikit ketegangan karena anti-pahlawan kita harus bertahan untuk membuat film pertama menjadi mungkin.

Orphan First Kill Review

Salah satu masalah terbesar dengan “Orphan: First Kill” adalah bahwa itu disutradarai oleh William Brent Bell dari http://139.99.93.175/ yang sangat ambisius, protagonis dari “The Devil Inside,” “The Boy,” dan “Separation.” Dia tidak terlalu tertarik untuk menciptakan komposisi yang mengesankan secara visual dan hampir selalu senang membingkai karyanya dengan sedikit perhatian pada pemblokiran atau pembingkaian. “Orphan: First Kill” terlihat biasa-biasa saja (dan seringkali murah), tetapi itu benar-benar membutuhkan sutradara yang gesit secara visual dengan ekstasi seperti Fuhrman dan Stiles. Bahkan penulis David Coggeshall tahu bahwa penggemar aslinya tidak akan terkejut dengan twist film lagi, jadi dia mencoba one-up dengan giliran gila di tengah film yang tidak akan menjadi spoiler di sini (tapi cukup gila untuk merekomendasikan menonton). Bell tampil lebih baik di sini daripada di sebagian besar filmnya karena dia memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Kegilaan dari keberadaannya.

Baca Juga : FILM KOMEDI TERBAIK 2020

Fuhrman dan Stiles memahami tantangannya. Fuhrman, yang melakukannya dengan sangat baik di ‘Nobis’ tahun lalu, tahu cara memainkan ketegangan koil, dan tekadnya yang kuat menyatukan banyak film. Dan kemudian ada Stiles, yang berubah dari seorang ibu yang berduka menjadi lebih tajam saat aktris menjual lebih banyak tikungan dalam film. Peluang untuk menggali peran keluarga dan komentar kelas terbuang sia-sia di sini, tetapi betapa lucunya penampilan Furhman dan Stiles di paruh kedua film ini sering diatasi. Cukuplah untuk mengatakan bahwa kami berharap Fuhrman kembali untuk film “Orphan” lainnya. Kali ini keberadaannya tidak akan begitu mengejutkan.

Film Komedi Terbaik 2020

Film Komedi Terbaik 2020

Humor adalah hal yang sangat subjektif. Sangat mudah untuk menjadi konyol, atau lebih buruk lagi—membosankan. Tapi 2020 membanggakan sejumlah film yang ditakdirkan untuk menjadi komedi emas, atau setidaknya waktu yang tepat di teater (alias ruang tamu Anda). Ada beberapa reboot dan sekuel di sini, ditambah sejumlah superstar komedi kembali secara besar-besaran, berkat Ghostbusters: Afterlife, Coming 2 America, dan beberapa kebangkitan lain yang kami perhatikan. (Anda dapat melihat daftar film komedi terbaik 2019 kami di sini.)

Catatan: Pandemi virus corona telah dan kemungkinan akan terus menunda tanggal rilis dari banyak film ini. Bahkan jika beberapa di antaranya akhirnya keluar pada tahun 2021 (seperti Ghostbusters baru), kami akan menyimpannya di daftar seperti yang semula dijadwalkan untuk tahun 2020. Jangan takut—masih banyak hal lucu dalam daftar ini yang dapat Anda tonton detik ini juga. .

The Shithouse

Pemeran: Cooper Raiff, Dylan Gelula, Amy Landecker, Logan Miller, Olivia Welch, Abby Quinn

Yang pertama dari perguruan tinggi bisa kasar. Di antara perasaan rindu kampung halaman, pesta persaudaraan, drama dengan teman sekamar Anda, dan proses membuat grup teman baru, Anda sebenarnya harus pergi ke sekolah di antara semua itu. Dalam film debut pertamanya, pembuat film Raiff menggambarkan semua kenangan tahun pertama yang tidak begitu menyenangkan dalam sebuah film tentang seorang siswa pertama yang kesepian yang menemukan dirinya dalam hubungan yang tidak terduga dengan penasihat perumahannya.

Lereng

Anda akan berpikir ketika bencana alam datang untuk Anda dan keluarga Anda; Anda akan berlari untuk hidup Anda bersama dalam ketakutan, tidak meninggalkan mereka dan mengambil telepon Anda dalam prosesnya. Tapi itulah yang terjadi pada Billie (Louis-Dreyfus) ketika suaminya Pete (Ferrell) melarikan diri dari tempat longsor, meninggalkan dia dan dua anak mereka untuk berjuang sendiri. Sudahkah saya menyebutkan bahwa mereka sedang berlibur keluarga? Ya, jelas bukan waktu terbaik untuk menjadi egois.

Persahabatan

Tidak ada yang terdengar lebih baik daripada Thanksgiving jauh dari mencongkel anggota keluarga dan memutuskan untuk makan kalkun di rumah teman Anda yang kaya raya dan baru saja bercerai di Los Angeles. Tentu, dia punya anak, tapi Abby (Dennings) bisa bekerja dengannya. Hanya semua orang lain yang diundang oleh tuan rumahnya, Molly (Akerman), yang membuat dia menebak-nebak keputusannya untuk tidak pulang selama liburan. Film ini adalah pengingat yang bagus tentang semua pesta makan malam yang indah namun gila yang akan kita alami begitu kita berada di dunia vaksin pasca-COVID.

Cinta Pernikahan Ulang

Pernikahan, ingat itu? (Kecuali Anda baru-baru ini pergi ke salah satu…yang…yah…tidak ada komentar.) Pengiring pria yang menyeramkan, pengantin wanita yang merona, teman-teman yang bertanya kapan giliran Anda untuk berjalan menyusuri lorong, dan DJ yang tidak boleh dipekerjakan di pernikahan lain lagi. Semua kenangan indah itu kembali dialami dalam Love, Wedding, Repeat saat pernikahan saudara perempuan Jack (Claflin) segera berubah menjadi salah satu pernikahan yang paling banyak dibicarakan musim ini tetapi untuk semua alasan yang salah.

Seperti atasan

Saya seorang pengisap untuk film tentang dua bos gadis yang menyelesaikan beberapa masalah! Menuntutku! Teman baik Mia Carter (Haddish) dan Mel Paige (Byrne) memiliki perusahaan make-up yang sukses dengan berjudi di situs https://www.pgsoftslot.org/ tetapi memiliki hutang serius yang tidak dapat mereka hindari. Jadi, sepertinya malaikat yang dikirim dari atas ketika permaisuri kecantikan Claire Luna (Hayek) ingin menginvestasikan lebih dari satu juta dolar di perusahaan mereka. Tapi dengan kesepakatan yang bagus ini, beberapa hal mungkin harus dibayar, seperti persahabatan seumur hidup yang dibagikan antara Mia dan Mel.

Spontan

Siswa SMA, Mara dan Dylan selalu memiliki sedikit godaan di antara mereka, dan akhirnya memutuskan untuk bertindak berdasarkan perasaan itu ketika teman sekelas mereka secara acak mulai meledak. (Saya berbicara seperti kepala yang meletus seperti balon yang meledak jika Anda menginginkan detailnya.) Tentu, ini adalah waktu terburuk untuk memulai suatu hubungan, tetapi ketika setiap hari bisa menjadi hari terakhir Anda, mengapa tidak hidup sedikit? Komedi gelap ini pada dasarnya adalah impian pecinta film horor dan roman.

Review Film Paling Horor Di Tahun 2020

Film Paling Horror Tahun 2020

Dari cerita horor yang mendalam hingga drama kehidupan nyata yang menakutkan karena alasan lain, 2020 telah memberi kita cukup banyak cerita menakutkan di luar siklus berita harian.

Untuk sebagian besar dunia, 2020 telah mewujudkan ciri-ciri yang tepat dari film horor yang dibuat dengan baik: memutar, tanpa kompromi, dan sesuatu yang tidak dilihat siapa pun. Jika tidak ada yang lain, sifat meresahkan tahun yang telah tertatih-tatih oleh pandemi global dan siklus pemilihan yang memecah belah (di antara liku-liku menakutkan lainnya) adalah pengingat bahwa kelangkaan datang dalam berbagai bentuk, dan formula horor tradisional yang dirayakan banyak dari kita. tentang Halloween hanyalah salah satu bagian dari persamaan. Banyak dari film yang dirilis tahun ini menakutkan dengan cara yang tidak terduga, baik karena mereka memanfaatkan kecemasan yang tepat atau menggambarkan sifat teror yang tepat di masa-masa yang tidak pasti ini.

“Antebellum”

Antebellum

Debut fitur Gerard Bush dan Christopher Renz mungkin kurang halus, tetapi sering kali menebusnya dengan teror mengerikan yang menunjukkan bahwa semua yang ada di layar sangat nyata. Film yang dibintangi Janelle Monae dibangun di atas cerita yang relatif sederhana, yang sebagian dikaburkan oleh penceritaan yang dipotong-potong (setelah Anda melihat “Antebellum,” relatif mudah untuk mengatur ulang potongan-potongan tersebut menjadi satu garis waktu yang koheren, meskipun film itu sendiri tidak bantuan semacam itu) dan beberapa urutan mengerikan yang membuat penonton dan karakter Monae melakukan putaran besar.

Liku-liku paling baik dibiarkan ditemukan dalam kerangka itu, tetapi cukup untuk mengatakan, film mengikuti Monae sebagai dua karakter (mungkin …?), Salah satunya adalah seorang wanita yang diperbudak di Selatan yang dalam, dan yang lainnya seorang pemberontak modern dengan karir yang sukses dan keluarga yang luar biasa. Bagaimana kedua sisi dari peran yang sama ini berpotongan adalah trik besar film, dan juga yang membuat film ini meresahkan secara keseluruhan. Masa lalu, tampaknya, tidak pernah terlalu jauh, sebuah pelajaran yang harus dipelajari Veronica dari Monae dalam istilah yang paling literal. Meskipun itu mungkin instrumen tematik yang tumpul, Bush, Renz, dan bintang-bintang mereka tidak pernah gentar pada konsep tersebut; ketika mereka berada jauh di dalam dunia di mana perbudakan bukan hanya kenyataan, tapi yang terpilih, kengeriannya mendalam.

“The Assistant”

The Assistant
Fitur naratif pertama Kitty Green penuh dengan semua detail dokumenternya, dan didukung oleh pengetahuan yang dibagikan oleh audiensnya bahwa meskipun apa yang mereka tonton di layar bukanlah kisah nyata, namun paralel di kehidupan nyata tidak salah lagi. Pemenang Emmy baru-baru ini Julia Garner berperan sebagai Jane, asisten paling junior dari seorang eksekutif film yang berpengaruh (tidak ada yang pernah menyebut nama “Harvey Weinstein”, tetapi tujuannya jelas) terjebak dalam lingkungan kerja yang semakin tidak baik.

Green dan Garner membuai audiens mereka ke dalam rutinitas sehari-hari saat Jane menjalani hari yang tampaknya biasa di pekerjaan barunya, meskipun segera menjadi jelas bahwa ada sesuatu yang sangat salah. Bukan hanya semua orang memperlakukannya seolah-olah dia tidak ada (meskipun itu benar) atau bahwa dua asisten senior yang mengaku berada di sisinya tidak, atau bahkan ada aliran wanita muda yang cantik. terus berparade di kantor. Sepertinya tidak ada orang lain yang peduli. Ketika Jane (dan penonton) mulai menyadari sifat sebenarnya dari posisinya dan profesinya, dia mencoba untuk terlibat dalam kudeta yang paling tenang. Hasilnya adalah wahyu kehidupan nyata yang mengerikan.

“Bad Hair”

Bad Hair

Tindak lanjut “Orang Kulit Putih yang Terhormat” Justin Simien tidak selalu bertambah, tetapi ada cukup banyak perubahan nada suara petualangan dan implikasi satir yang suram untuk membuat perjalanan aneh itu berharga. Penderitaan perempuan kulit hitam dan rambut mereka telah melahirkan investigasi sinematik yang cukup untuk menghasilkan subgenre-nya sendiri, dari dokumenter cerdik Chris Rock 2009 “Good Hair” hingga animasi pendek pemenang Oscar 2020, “Hair Love”. Film B supernatural tahun 80-an Simien yang dibumbui berkisar pada tenunan setan dan asisten eksekutif muda yang malang (Elle Lorraine) yang dirasuki olehnya, tetapi itu benar-benar satire perusahaan yang berpikiran tinggi dengan banyak hal di pikirannya – dari seksisme musik industri video hingga momok perbudakan yang membayangi budaya kerja modern.

Bergulir dengan liku-liku yang tidak biasa dan penghormatan Brian De Palma yang penuh gairah dari Simien membawa film itu seiring dengan agenda mengerikan tenun yang mengambil alih kehidupan wanita muda yang malang itu. Walaupun premis itu terdengar menggelikan, “Bad Hair” pada akhirnya meninggalkan kesombongan dan tuduhan konyolnya hingga akhir yang mengganggu yang menunjukkan penderitaan perempuan kulit hitam – dan Blackness dalam budaya populer – terus menghadapi jenis penindasan suram yang hanya sedikit dipahami dengan baik untuk meluruskan. Cukup wahyu untuk membuat perjalanan aneh itu berharga.

“Black Box”

Black Box

“Black Box” memiliki sentuhan yang sangat bagus sehingga menyelamatkan film B murahan yang mengarah ke sana. Debut yang diproduksi oleh Blumhouse dari sutradara Emmanuel Osei-Kuffour ini memadukan ketidaknyamanan psikologis dari penderitaan amnesia dengan ocehan seorang ilmuwan gila, dan premis lengkapnya menunjukkan perkawinan cerdas antara “Total Recall” dan “Get Out.” Itu tidak memiliki kegilaan yang diilhami dari yang pertama dan komentar sosial yang berapi-api dari yang terakhir, tetapi Osei-Kuffour (yang ikut menulis film dengan Stephen Herman) telah membangun sebuah film thriller lo-fi yang penuh teka-teki dengan permainan pikiran yang cukup rumit untuk membuat menakutkan perjalanan yang bermanfaat.

Nolan (Mamoudou Athie) selamat dari kecelakaan mobil yang menewaskan istrinya dan meninggalkannya dalam keadaan kebingungan yang terus-menerus, terus-menerus melupakan detail tentang kehidupan sehari-harinya saat putrinya yang masih kecil Ava (Amanda Christine) melakukan yang terbaik untuk memberinya pengingat untuk melewatinya hari ini. Nolan terus mengalami tanda-tanda aneh bahwa dia masih bukan dirinya sendiri, tidak lebih mengejutkan dari sebuah lubang di dinding yang menunjukkan bahwa dia rentan terhadap pingsan dan amukan spiral. Akhirnya, dia beralih ke ilmuwan otak eksperimental (Phylicia Rashad yang sangat menyenangkan) untuk membantunya menyelesaikan kebingungannya, karena dia menggunakan teknologi seperti VR untuk membimbingnya melalui ingatan yang mungkin atau mungkin bukan miliknya. Pengungkapan akhirnya menyiapkan panggung untuk jenis baru krisis identitas, meditasi mendebarkan tentang kebapakan, dan penyelaman yang meresahkan ke dalam bayangan bawah sadar yang akan membuat Hitchcock bangga.

“Come to Daddy”

Come to Daddy

“Come to Daddy” dimulai dengan mengutip Shakespeare dan Beyonce dalam bingkai yang sama, dan itu hanya menjadi lebih loop dari sana. Tapi tidak peduli perubahannya yang aneh, debut liar dan tak terduga sutradara Kiwi Ant Timpson berhasil menghadirkan kisah reuni ayah-anak yang berdarah dengan tingkat kepercayaan yang mengejutkan pada sifat material yang aneh dan konyol – sebuah kisah sentimental tentang kematian dan penemuan kembali yang meledak ke dalam kekacauan yang hebat bahkan saat ia mempertahankan koneksi yang sungguh-sungguh ke teka-teki yang ada. Itu adalah permainan menjijikkan yang tidak masuk akal yang berubah menjadi pembuat air mata. Timpson, yang kredit produksinya termasuk “The Greasy Strangler” yang aneh di tengah malam, jelas memiliki pegangan pada bahan seramnya, tetapi bintang Elijah Wood membantunya memberikan hati.

Sebagai seorang paria yang bingung bernama Norval, aktor tersebut menampilkan salah satu karakternya yang paling menawan dalam ingatan baru-baru ini: seorang hipster bermata lebar dan berkumis yang mengaburkan rasa tidak amannya dengan gaya fashion tinggi dan kebohongan yang mewah. Ketika Norval muncul di rumah tepi pantai terpencil ayahnya yang terasing, dia menemukan orang yang sangat berbeda dari yang dia duga. Ketika tragedi melanda, “Come to Daddy” memasuki babak baru yang menyeramkan saat Norval menemukan dirinya sendirian di sebuah rumah yang penuh dengan misteri dan ancaman tidak menyenangkan yang tidak dapat sepenuhnya dia pahami. Sebagai metafora untuk perjalanan rollercoaster dari proses berduka, “Come to Daddy” dibangun dengan akhir yang mengejutkan baik yang pedih maupun yang mengganggu sekaligus.

“The Hunt”

The Hunt

Bahkan sebelum 2020 menjadi tahun paling traumatis di abad muda ini, wacana Amerika menuju bencana. Dengan negara yang terbagi atas hampir setiap masalah utama, pandangan ekstremis mendominasi siklus berita, dan teori konspirasi internet menentukan sistem kepercayaan. Semua keributan itu sering mengaburkan kebenaran yang sulit bahkan sudut pandang progresif yang bermaksud baik terkadang sedikit terbawa suasana. Itulah wahyu berdarah dari “The Hunt,” kisah anarkis sutradara Craig Zobel tentang maniak liberal yang menculik sayap kanan dan membunuh mereka untuk olahraga. Meskipun penulis bersama Nick Cuse dan Damon Lindelof pasti bersenang-senang mengejek kegilaan para korban redneck yang percaya setiap kata gila yang diberikan Fox News dan Alex Jones kepada mereka, penjahat utama film ini adalah sayap kiri gila yang dipimpin oleh seorang eksekutif yang dipermalukan ( Hilary Swank) yang naluri membunuhnya disebabkan oleh kebencian kepada pihak lain sehingga menghancurkannya.

Pendekatan masam film terhadap satir all-inclusive agak terlalu halus untuk dipahami oleh media sayap kanan, dan ketika berita film tersebut bocor lebih awal, reaksi yang membingungkan memuncak tidak kurang dari tweet Trump yang marah dan rencana rilis yang tertunda untuk menjauh. sendiri dari sepasang penembakan massal di Texas musim panas lalu, yang semuanya hanya berfungsi untuk meningkatkan inti dari sebuah film yang dirancang untuk menunjukkan bahaya yang sangat nyata dari mentalitas massa. Ironi dari “The Hunt” berasal dari pahlawan wanita cekatan Crystal (Betty Gilpin yang ganas) yang terjebak dalam baku tembak literal dari dunia gila di mana dia tidak pernah ingin memihak. Di akhir film, kami merasakan kepedihannya, dan sangat menakutkan untuk mempertimbangkan bagaimana negara bagian menginspirasi komedi horor dengan komentar sosial yang konyol dan akrab bagi semua orang.

“I’m Thinking of Ending Things”

“I’m Thinking of Ending Things” mungkin tidak dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai film horor (atau apa pun, dalam hal ini), tetapi dengan caranya sendiri yang rumit dan menjengkelkan, ini menjelaskan bagaimana segala sesuatu yang pernah ditulis Charlie Kaufman dan / atau diarahkan benar-benar basah kuyup dalam ketakutan eksistensial. Dari “Menjadi John Malkovich” hingga “Anomalisa,” karya Kaufman selalu berputar di sekitar ruang gema kesadaran manusia yang retak; karakternya ditentukan oleh upaya mereka (sering kali literal) untuk membebaskan diri dari cangkangnya sendiri dan menjembatani jurang pemisah yang mengisolasi kita semua ke dalam pulau. Cronenberg bukan dia, tapi Kaufman tetap ahli horor tubuh dalam dirinya sendiri.

Diceritakan dari perspektif yang tidak pasti tentang seorang wanita (Jessie Buckley) yang mantan pacarnya (Jesse Plemons) sedang mengantarnya melewati badai salju yang jahat untuk bertemu orang tuanya untuk pertama kalinya, “I’m Thinking of Ending Things ”Adalah salah satu perjalanan Kaufman yang aneh dan sangat lucu ke dalam celah di antara orang-orang, tapi yang satu ini bukan tentang seseorang yang mencoba untuk melewatinya – ini tentang celah itu sendiri. Pengalaman yang surealis, tidak menentu, dan bergerak aneh yang melingkari realisasi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, Kaufman terbaru melacak batas tak terlihat di mana satu orang berakhir dan yang lain dimulai dengan harapan bahwa dia mungkin dapat menangkapnya di layar bahkan sesaat, seperti seseorang yang melakukan pemanggilan arwah untuk semua ruang kosong di antara kami. Gagasan bahwa kita semua ada di benak satu sama lain cukup menakutkan, tetapi Kaufman mengubah ide abstrak itu menjadi teror yang menusuk kulit dengan menyaringnya melalui lensa cerita hantu, lengkap dengan rumah berhantu, mayat binatang yang membusuk, dan bahkan seram. ruang bawah tanah yang penuh dengan rahasia lama. Anda tidak akan pernah melihat orang tua pacar Anda dengan cara yang sama lagi.

“The Invisible Man”

Kurang berinvestasi pada monster Universal klasik dari mana film tersebut mengambil namanya dan lebih baik disebut sebagai “Gaslighting: The Movie! The New One !, ”Film thriller Leigh Whannell yang disetel dengan baik adalah perumpamaan yang meresahkan tentang kekerasan dalam rumah tangga dan juga“ gotcha! ”Yang sangat bagus. film horor. Elisabeth Moss menampilkan penampilan hebat lainnya yang dapat diprediksi sebagai Cecilia, terjebak dalam hubungan dengan Adrian (Oliver Jackson-Cohen), yang telah lama mampu mengurungnya karena kekayaannya yang dalam. Upaya Cecilia untuk membebaskan diri – sangat “Tidur dengan Musuh,” dan begitulah perjalanan mendebarkan ini dimulai – cukup menakutkan, tetapi momen paling menyeramkan dalam film datang dari apa yang terjadi selanjutnya.

“La Llorona”

Hal pertama yang perlu Anda ketahui tentang “La Llorona” karya Jayro Bustamante adalah bahwa fantasmagoria yang tenang dan gemetar tentang hantu Perang Saudara Guatemala ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan “Kutukan La Llorona” karya Michael Chaves, lompatan licik- Mesin menakut-nakuti yang dirilis Warner Bros. pada tahun 2019. Selain berasal dari cerita rakyat Amerika Latin yang sama, kedua film ini memiliki kesamaan. Sama seperti “Tremors” (dan “Ixcanul” yang hebat dari Bustamante sebelumnya), “La Llorona” adalah séance lambat dari sebuah film yang gemetar dengan trauma spiritual. Kali ini, bagaimanapun, sisa rasa sakit datang untuk yang bersalah, dan yang bersalah tahu betul bahwa itu datang untuk mereka.

Salah satu pria yang bertanggung jawab atas genosida penduduk Maya asli Guatemala, Jenderal Enrique Monteverde (Julio Diaz) telah menghindari penjara karena alasan teknis, dan kembali ke rumah besar keluarganya saat menghadapi protes publik. Sementara itu, seorang wanita pribumi bernama Alma (María Mercedes Coroy) memulai pekerjaan barunya sebagai pembantu di perkebunan Monteverde; ketika staf lainnya melarikan diri setelah serangkaian kejadian hantu, Alma hanya membuat dirinya lebih betah. Perhitungan sudah dekat, dan kali ini kita mencari orang mati. Chiller rumah tangga Bustamante yang terkubur dengan kejam menggunakan kembali genre kiasan yang sudah dikenal dengan sejumlah cara yang menarik. Untuk semua patah hati pada intinya, “La Llorona” mungkin dianggap sebagai film horor perasaan nyaman yang langka: Bahkan ketika keadilan manusia gagal, monster seperti Monteverde harus selalu bertanggung jawab kepada otoritas yang lebih tinggi.

“The Lodge”

Severin Fiala dan Veronika Franz “The Lodge” mungkin tidak sesuai dengan keseraman yang menggelitik dari pelarian mereka “Selamat malam, Mommy,” tapi kisah musim dingin tentang seorang wanita (Riley Keough) yang bersalju di kabin terpencil dengan anak tunangannya adalah bukti meyakinkan bahwa duo pembuat film Austria adalah ahli horor atmosfer. Sepuluh menit pertama “The Lodge” – di mana Alicia Silverstone membuat kesan yang luar biasa sebagai ibu anak-anak yang disiksa – adalah masterclass yang tak terlupakan dalam cara membuang rasa takut yang mendalam ke dalam kehidupan sehari-hari, dan lainnya film ini akan menjadi yang terbaik setiap kali ia membiarkan kegelisahan dari suasana yang berbicara.

Plotnya menjadi agak konyol seiring berjalannya waktu (dan putaran besar benar-benar mengerang), tetapi ketegangan yang dapat diambil oleh Fiala dan Franz dari rumah itu di tundra lebih dari cukup untuk mengimbangi di malam hari. Kadang-kadang menonton film horor yang dibuat dengan baik bisa menjadi pengalaman yang menyentuh hati Anda sehingga hampir tidak masalah jika tidak bisa bertahan di belakang. Pembuatan film tersebut adalah salah satu ide dari situs http://maxbet.website/.

“Possessor”

“Possessor” adalah film thriller teknologi yang memuakkan dan menarik yang menemukan Andrea Riseborough dan Christopher Abbott terlibat dalam perang psikis yang sangat berdarah atas kendali tubuh yang terakhir di masa depan di mana pembunuh dapat membajak target mereka à la “Ghost in the Shell.” Yang terpenting, fitur kedua Brandon Cronenberg sejauh ini menawarkan horor tubuh paling gonzo sepanjang tahun (putra David Cronenberg mempertahankan merek keluarga yang kuat). “Possessor” adalah yang terbaik saat mengupas jiwa dari tubuhnya, dan Cronenberg bersenang-senang memvisualisasikan dua hantu yang bersaing untuk menguasai hanya satu cangkang.

Review Film Polar Netflix

Polar Netflix

Netflix melayani slog pembalasan ultra-kekerasan “Polar” pada minggu yang sama dengan skor nominasi “Roma” pemenang Oscar adalah seperti diingatkan bahwa bahkan mal favorit Anda kemungkinan akan menawarkan toko butik dan toilet yang tidak bersih.

Seolah-olah diadaptasi dari novel grafis, tetapi terutama merasa seperti sesuatu mengalir dari kaleng berkarat, “Polar” dibintangi oleh seorang Mads Mikkelsen berkumis sebagai seorang pemabuk grizzled menggantung senjatanya tetapi menarik ke dalam – mari kita katakan bersama sekarang – satu pekerjaan terakhir. Jika hanya film-film pembunuh sebagai genre ditutup toko dengan hanya satu lagi yang tersisa, dalam hal ini, saya akan mengambil yang ketiga “John Wick” dan berpura-pura “Polar” – kekejaman mengerikan seperti kasus perut kembung beracun – tidak pernah terjadi.

Saya merasa tidak enak bahkan menyebut-nyebut film “John Wick” yang sangat indah dan menyenangkan dalam penilaian “Polar,” tetapi eksistensi yang terakhir ini tidak berbeda dengan mengakui kenyataan bahwa video ketangkasan seorang pemain skateboard yang hebat akan selalu menayangkan cuplikan dari penyeka yang lebih rendah. di luar. Hanya “Polar” – disutradarai oleh Jonas Åkerlund seolah-olah takeaway dari “John Wick” tidak koreografi yang terampil tetapi puing-puing yang tidak ada artinya – tidak mengilhami simpati untuk upaya tersebut.

Yang paling sedikit dari kejahatannya adalah menodai Earth Wind & Fire’s “September” dalam percikan pembukaan yang sia-sia mencoba untuk membangun fasad yang berdarah / cabul dengan serangan taktis skuad pembunuh di kompleks Chili yang megah, tempat pembunuh bayaran yang akan segera pensiun Michael (Johnny Knoxville) menjalaninya di tepi kolam renang dengan pendamping berpakaian yang memekik dan minim (Ruby O. Fee). Satu-satunya aspek yang menarik untuk urutan yang tidak menyenangkan ini, yang pertama dari banyak, adalah bahwa setidaknya peran Knoxville adalah cameo.

Pekerjaan itu, ternyata, atas perintah regu bersama dan majikan korban bersama, sebuah organisasi bernama Damocles, dan Weeble yang kejam, kecanduan lotion tangan seorang CEO, Mr. Blut (Matt, yang tidak lucu), yang membutuhkan para pembunuhnya untuk pensiun pada usia 50 tetapi lebih baik membunuh mereka terlebih dahulu, tepat sebelum ulang tahun itu, dan menjaga pembayaran pensiun yang lumayan.

Tentu, ini tidak bekerja pada karyawan bintang pakaian, pembunuh kontrak luar biasa Duncan (Mikkelsen), dua minggu dari cek selamat tinggal $ 8 juta, bijaksana untuk skema pengkhianatan bosnya, dan percaya bahwa dia aman bersembunyi di alam liar bersalju dari pedesaan Montana.

Sementara Duncan dengan baik hati mendatangi tetangga kabin yang kesepian (Vanessa Hudgens) dengan masa lalu yang tragis – sisi “sensitif” film, karena Hudgens kebanyakan menampilkan mata yang berlinang air mata – tim pembantaian gila Mr. Blut memburu keberadaan Duncan sehingga Åkerlund dapat mengubah keadaan tidak nyaman. dan sadisme ke dalam lucuan berwarna pop. Apakah kita seharusnya tertawa ketika kru mengalami kesulitan mencekik lelaki gemuk yang tidak sehat yang mereka tembak ribuan putaran ke perutnya?

Akhirnya, setelah Duncan ditemukan, plot balas dendam menendang ke gigi tinggi, mengarah ke urutan penyiksaan yang diharapkan dan salah satu tantangan yang semakin umum di mana Mikkelsen menangkis lusinan tentara berpakaian hitam dengan akurasi tembakan kepala, era hujan rintik-rintik CGI kami versi perkelahian puding custard dahulu kala. (Menguap.)

Adapun keterlibatan bintang Denmark itu, kehadirannya yang tunggal – sebuah machismo serius yang menyatukan grit Robert Shaw dan ancaman Lee Van Cleef – sangat menghibur, tetapi merupakan satu-satunya alasan dia mendaftar untuk bermain seperti ini karena dia tahu dia akan keluar dengan layarnya. magnetisme utuh?

Miskin Katheryn Winnick, di sisi lain, sebagai pembunuh bayaran Mr Blut, hampir tidak dapat menemukan gravitasi fatale-ish dalam dialog penulis naskah Jayson Rothwell yang tidak masuk akal untuk membenarkan kecenderungan Åkerlund untuk menembaknya dalam foto close-up noir-ish yang menonjolkan bibir merahnya. , cat kuku lebih merah dan fitur glamor.

“Polar” tidak hanya memiliki “John Wick” di pikirannya. Pembantaian bergaya jokey yang penuh gaya juga jelas merupakan permainan Åkerlund untuk bergabung dengan klub bengkok, tawa-sambil-Anda-yang sama yang sering dikunjungi oleh Matthew Vaughn (“Kick Ass,” “Kingsman”), James Gunn (“Super”) dan David Ayers (“Suicide Squad”). Sayang sekali satu-satunya sensasi yang Anda dapatkan dari pertumpahan darah adalah bahwa Anda tahu setiap kematian kartun membawa Anda jauh lebih dekat ke kredit akhir.

Review Avengers : Endgame (2019)

Review Avengers : Endgame (2019)

“Avengers: Endgame” adalah puncak dari dekade blockbuster besar, hasil dari bertahun-tahun kerja oleh ribuan orang. Film ini dirancang untuk menjadi semua keberhasilan besar dari blockbuster dengan selusin petak kecil bertabrakan, dan wajah-wajah yang akrab dengan lebih dari 20 film. Aku tidak terlalu suka produk di Hollywood sebelumnya, tidak hanya untuk mengenali atau mengeksploitasi penggemar seri ini, tapi untuk menghargai cinta, kesabaran dan adorasi abadi. Terus terang, Anda mungkin ingin tahu lebih banyak: Sulit untuk menonton penggemar serius MCU jauh dari kekecewaan ini. Dia memeriksa semua kotak, dan bahkan memeriksa beberapa kotak yang tidak ada dalam daftar penggemar. Ini adalah akhir yang memuaskan untuk sebuah bab dalam cerita blockbuster yang akan sulit untuk mencapai untuk tontonan murni. Dalam hal nilai hiburan murni, film ini adalah pada ujung atas UCM, sebuah film yang mengumpulkan status legendaris yang paling ikonik mereka layak pahlawan dan memberinya cara yang sah.

Avengers Endgame

Jangan khawatir: Aku masih sayap sangat bebas. Perasaan utama dari film ini adalah sebuah cerita tentang bagaimana evolusi kompleks dan bisa pergi ke tempat lain jika Anda ingin menghancurkan. “Avengers: Infinity War” Thanos selesai pada akhirnya mengecewakan mendapatkan enam Infinity Stones saya cari, kemudian menggunakannya untuk menghapus setengah dari keberadaan, termasuk pahlawan tercinta, sebagai Black Panther, bintang-bintang Allah; Manusia laba-laba. “Avengers: Endgame” membutuhkan waktu beberapa minggu setelah “snap” ketika mencoba pahlawan untuk menempatkan potongan dan mencari tahu apakah ada cara untuk membalikkan kerusakan Thanos.

Dia segera bagian dari “Endgame” lebih terkonsentrasi dari “perang tak berujung” dengan memiliki pemain ketat dan lebih kecil. (Terima kasih, Thanos.) Film ini lebih fokus dan sabar, bahkan jika plot adalah elemen yang menarik dari selusin film lainnya. Sementara “tak terbatas” sering merasa kembung, “Endgame” memungkinkan beberapa karakter dalam simbol keberuntungan dalam sejarah UCM, begitu heroik. Ini bukan hanya pion dalam sebuah plot yang dipimpin oleh Thanos, Iron Man, Captain America, Black Widow, Hulk dan Thor untuk membebaskan diri dari kerumunan, cakap dibantu oleh Hawkeye dan Ant-Man. Dalam arti, mereka adalah Avengers baru, dan banyak superhero ketat pesona ingat film “The Avengers,” Joss Whedon pertama di mana kepribadian yang kuat membiarkan bouncing satu sama lain, bukan hanya karena mereka merasa terkait. seperti roller coaster dalam arah yang sama. Hal ini juga memungkinkan ruang untuk beberapa pemain terbaik di waralaba, terutama Chris Evans dan Robert Downey Jr., yang berpikir orang menonton berubah Captain America dan Iron Man di sesuatu yang lebih dari generasi hidup. Aspek yang paling memuaskan dari “Endgame” adalah bagaimana MCU pahlawan penawaran paling populer busur cerita bahwa mereka layak bukannya tenggelam dalam karakter akting cemerlang laut lebih lemah dari film lainnya. Untuk kanonisasi itu, menjadi sebuah ode untuk film semesta Marvel.

Apa skenario berhasil Stephen McFeely dan Christopher Markus bagi Anda adalah bahwa “Endgame” merasa, untuk pertama kalinya, perasaan melihat ke belakang daripada mencoba untuk mengatur meja untuk sesuatu yang akan datang. Ini menggabungkan unsur-unsur dari penggemar film yang dikenal dan dicintai MCU, mengingat sifat tiba-tiba, asal dan plot dari film-film seperti “Iron Man,” “Galaxy Pengawal” dan “Captain America:. The First Avenger” Memanggil layanan penggemar, tapi salah satu masalah terbesar saya dengan film ini, terutama “perang tak berujung” adalah perasaan bahwa mereka tidak lebih dari iklan tidak dibuat. “Endgame” tidak. Tentu saja, MCU akan terus berlanjut, namun film ini memiliki tujuan dan kedalaman yang diberikan kepadanya oleh sejarah MCU yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti yang diterima oleh tim review film depoxito.xyz

Tentu saja, ia harus melayani film juga. setengah jam menyenangkan MCU seperti biasa, tapi ada kalanya aku berharap aku bisa merasakan sentuhan manusia di bawah permukaan “Avengers:. Endgame “Dalam satu jam pertama kalinya, merindukan salah satu dari mereka menjadi istirahat serius hamil situasi untuk mendapatkan sesuatu yang terasa keputusan spontan atau tindakan yang tidak merasa seperti fungsi komite. Semua aspek “Endgame” telah diprediksi selama bertahun-tahun oleh ratusan film lain dengan hati-hati dan menempatkan orang-orang yang diperlukan untuk membuat sebuah film seperti ini. Hasilnya adalah sebuah film yang sering merasa lebih seperti produk dari sebuah karya seni. Roger Ebert pernah terkenal menulis bahwa “video game tidak pernah bisa seni”, tetapi terkejut melihat seni menjadi lebih seperti video game, yang diprogram dan ditentukan, semua pemirsa pertanyaan benar-benar.

Namun, orang tidak berbaris saat fajar untuk “Avengers: Endgame” untuk ditanyai. Bahkan, itu adalah komitmen, fandom, dan harapan kepuasan. Apa pun kesalahannya, “Endgame” adalah segalanya, dan dengan kekaguman yang tulus untuk para fans yang telah membuat dunia menjadi fenomena budaya yang benar. Taruhannya tinggi dan kesimpulan benar-benar resonansi. Ini adalah acara budaya epik, jenis yang melampaui kritikus film tradisional dalam pengalaman dengan penggemar di seluruh dunia. Pertanyaan besar saya adalah bagaimana mereka dapat meningkatkan di dekade ini.